banner 728x250

Kontra Narasi Media Buzzer dalam Potret Tembelok dan Prestasi Erzaldi

Editorial
Rudi Syahwani (Pemimpin Redaksi)

Entah sadar atau tidak, media-media buzzer konon berbayar, ramai-ramai orkestrasi tentang kesulitan ekonomi masyarakat, khususnya di Bangka Barat. Saking dramatisnya, urusan perut yang seolah tak bisa lagi dikompromikan, sehingga menambang secara ilegal pun dilakoni. Sebagai solusi paling cerdas. Kemudian ramai-ramai memberitakan dampaknya instan nya terhadap pergerakan ekonomi.

Bahkan peristiwa yang nyaris merenggut nyawa AS, seorang warga penambang di perairan Tembelok-Keranggan, tak lolos dari narasi tentang betapa mendesak nya urusan perut rakyat, lantaran kondisi ekonomi yang ‘syulit…..’

Hanya dalam kondisi mendesak lah, seseorang melakukan sesuatu, dengan tidak lagi memperhitungkan keselamatan. Karena dalam kondisi normal, orang akan cenderung memperhatikan betapa keselamatan nyawa menjadi prioritas utama.

Namun beda kisah di perairan Tembelok-Keranggan. Bahwa narasi yang dibangun adalah kondisi yang begitu mendesak, akibat merosotnya ekonomi rakyat. Lho… Bukannya menurut para pengamat ekonomi bergelar Doktor bahwa Ekonomi Babel mengalami pertumbuhan, sejak Erzaldi jadi Gubernur…

Menurut mereka yang katanya pengamat ekonomi, sebagaimana pemberitaan media buzzer, Erzaldi sangat layak kembali memimpin Bangka Belitung, lantaran pertumbuhan ekonomi Babel yang signifikan. Bahkan dalam 10 indikator keberhasilan, kesulsesan dalam sektor ekonomi bahkan menjadi daftar teratas.

Lantas, kesulitan ekonomi yang digaungkan untuk bisa berpesta tambang ilegal di Tembelok-Keranggan fakta yang mana? Apakah warga Tembelok-Keranggan bukan manjadi bagian dari warga Bangka Belitung? Dan perlu diketahui, bahwa ada ratusan ponton tambang ilegal di Tembelok-Keranggan yang itu ditarik dari berbagai wilayah di Babel. Sangat masif. Artinya bukan hanya sebatas Tembelok-Keranggan saja nih yang kesulitan ekonomi. Akan tetapi juga diberbagai wilayah di Babel, juga kesulitan ekonomi.

Sungguh ini merupakan potret yang kontras, antara propaganda keberhasilan mantan Gubernur Babel Erzaldi Rosman dengan framing yang dibangun di Tembelok-Keranggan. Saking tinggi urgensinya, bahkan ormas pun ikut ‘pasang badan’ dan menganggap kerja wartawan sebagai gangguan orang sedang mencari makan. Sepertinya hari ini hukum bukan lagi jadi panglima. Tapi Ormas lah yang jadi Panglima.

Tapi ini soal framing yang berusaha dibangun oleh media buzzer. Membangun narasi bahwa dengan penambangan di Tembelok-Keranggan, pasar jadi ramai bahkan pengangguran berkurang. Lantas prestasi mantan Gubernur Babel, Erzaldi Rosman apa? Bukankah menurut pengamat dalam 10 indikator, Erzaldi disebut sukses.

Tapi ini lah kelucuan yang tergambar, namanya juga buzzer, syaratnya harus munafik. Boleh goblok dan bolak balik plus ahli dalam lempar fitnah. Bahwa fakta disebut opini, kemudian opini disebut fakta, harus menjadi kemampuan dasar menjadi wartawan atau media buzzer.

Walau terkadang mereka lupa. Seperti contoh kontra narasi yang mereka bangun dalam framing himpitan ekonomi, dan kisah sukses sang mantan Gubernur.

Di bagian penutup, redaksi coba menyambungkan antara resiko dan legalitas dalam pertambangan. Bahwa legalitas itu mencakup dalam banyak dimensi. Contohnya, kegiatan penambangan di Wilayah IUP yang legal, biasanya ada aturan tentang keselamatan kerja atau K3. Tujuannya apa? Meminimalisir kemungkinan resiko yang buruk dan fatal.

Dalam banyak kasus, saat terjadi laka tambang di wilayah legal, Polisi tetap memproses hukum peristiwa yang menyebabkan hilangnya nyawa manusia. Yang menjadi objek penilaian terutama tentunya soal K3. Sudah terpenuhi kah…??

Nah, beda cerita kalau wilayah tersebut ilegal. Tak lagi urus soal K3. Karena dari awalnya sudah menyadari bahwa yang dilakukan adalah penambangan ilegal. Namanya ilegal, tidak lagi cerita soal K3. Kenapa…?? Tambang ilegal jelas tak akan ada pengawas. Kalau ada pengawasan, maka pengawanya yang terindikasi dungu. Apalagi kalau polisi yang mengawasi, udah tau Inilegal, tapi diawasi dan dibiarkan…

Jadi jangan dianggap sepele. Seperti kata AS korban laka tambang di Tembelok-Keranggan hari Senin (7/10/24) lalu. Bahwa resiko tak ada hubungan dengan legalitas. Karena logika sederhananya adalah, kalau legal maka ada aturan yang harus diikuti, ada penempatan Jamrek, ada RKAB, ada royalty yang harus disetor dan lain-lain. Termasuk soal kerjanya, harus memperhatikan faktor K3.

Tapi kalau ilegal, maka tak ada yang perlu dipikirkan soal aturan ini dan itu. Tak perlu pikirkan Jamrek, juga tak perlu pikirkan K3. Karena tak ada pihak yang mengawasi. Mungkin yang ada hanya yang membiarkan. Jadi jelas bahwa legalitas itu berpengaruh pada banyak hal, termasuk soal minimalisir resiko, hingga tanggung jawab terhadap resiko yang dialami.

Soal kontra narasi antara himpitan ekonomi, soal urusan perut yang mendesak, soal mengatasi pengangguran, terhadap 10 indikator keberhasilan Erzaldi versi yang katanya pengamat ekonomi. Di mana peningkatan ekonomi dan lingkungan, penigkatan IPM, kesetaraan pendapat, penurunan pengangguran dan lain-lain…????
Aahh mungkin mereka lupa.(**)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *