banner 728x250

Founder PayaMada Law Institute Akan Laporkan Kades di Basel Atas Dugaan Korupsi Dana Kompensasi SUTT

BE,TOBOALI – Founder PayaMada Law Institute akan melaporkan sejumlah kepala desa yang ada di Kabupaten Bangka Selatan, terkait adanya dugaan tindak pidana korupsi Dana Kompensasi Pembebasan Lahan Saluran Udara Tegangan Tinggi ( SUTT) kepada pihak Kejaksaan Negeri Bangka Selatan.

Pasalnya, dana kompensasi yang diterima oleh sejumlah kepala desa di Kabupaten Bangka Selatan, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, di duga telah terjadi penyalahgunaan wewenang oleh oknum kepala desa tersebut.

Erdian SH., menyebut, dana kompensasi tersebut diterima dari salah satu perusahaan yang melakukan pembebasan lahan pada tahun 2017-2019, untuk pengerjaan proyek pembangunan dan pemasangan tiang Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT).

Ia menjelaskan, titik lokasi proyek pemasangan tiang SUTT sebanyak 206 unit tiang itu di mulai dari Desa Airbara, Kecamatan Airgegas hingga Desa Gadung, Kecamatan Toboali.

“PayaMada Law Institute menduga bahwa adanya penyalahgunaan wewenang oleh kepala desa dalam penerimaan dana kompensasi tersebut. Penyalahgunaan wewenang tersebut merupakan salah satu perbuatan tindak pidana korupsi,” kata Erdian, kepada wartawan pada, Jumat (31/3/2023).

Pria yang akrab disapa Chimot ini menjelaskan, bahwa terkait pengerjaan proyek tersebut sebelumnya telah disosialisasikan oleh pihak kecamatan hingga ke tingkat desa. Sosialisasi tersebut berkaitan dengan pembebasan lahan serta pembayaran dana kompensasi dari perusahaan ke desa.

“Pembebasan lahan serta dana kompensasi ini menjadi ketertarikan kami untuk melakukan investigasi. Alhasil, pada investigasi kami bahwa di beberapa desa di Bangka Selatan terdapat lahan milik desa yang dibebaskan untuk pemasangan tiang SUTT sehingga dana kompensasi diberikan kepada desa,” ucap Chimot.

Dijelaskannya, mekanisme dalam pembayaran dana kompensasi itu kepala desa melakukan rapat bersama dengan seluruh perangkat desa. Setelah adanya kesepakatan antara kepala desa dengan perangkat desa, lalu perusahaan melakukan pembayaran dana kompensasi tersebut.

“Pokok permasalahannya bahwa proses pembayaran dana kompensasi dari perusahaan yang seharusnya ditransfer ke rekening desa agar menjadi kas desa dan pendapatan desa malah ditransfer ke rekening pribadi kepala desa, dan setelah itu dari kepala desa baru ditransfer ulang ke rekening desa,” tegas Chimot.

Hingga berita ini diturunkan sejumlah pihak terkait masih diupayakan konfirmasi. (red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *